Artikel
Sejarah Desa Arenan
Asal Usul Kata Arenan
Nama Desa Arenan menurut beberapa cerita berasal dari kata Arengan. Kata Arengan dilatarbelakangi karena di desa Arenan pernah terjadi kejadian pembakaran penjahat hingga menjadi arang, tempatnya di Dukuh Sambeng di sebelah Barat SD Negeri 1 Arenan. Karena peristiwa tersebut konon siapapun yang masuk ke wilayah desa Arenan akan kehilangan ilmu kesaktiannya.
Adipati Kadipaten Arenan (Tokoh Desa Areanan)
Tidak ada yang tahu kapan Kadipaten Arenan berdiri. Dalam buku sejarah atau artikel lain tidak ditemukan. Namun ada yang bercerita bahwa pada tahun 1218 telah wafat orang kepercayaan Adipati Arenan yaitu Ki Adeg Ulung, yang mana mengabdi di Kadipaten Arenan sebagai panglima perang, yang asalnya dari daerah Parihyangan Bandung menyelusuri Pantai Selatan, pernah tinggal di Yogyakarta, ke Magelang dan akhirnya ke barat menuju Kadipaten Arenan. Ki Adeg ulung mempunyai saudara yaitu Ki Lanang Jagad yang dimakamkan di Hutan Jati Rawalo Banyumas. Adipati Arenan yaitu Singa Braja, Adi Wiguna, Adi Ningrum, Singayuda/Kerta Bangsa, Setelah di gali asal usulnya hanya didapatkan sejarah tentang Adipati Singayuda, yang merupakan anak dari Syeh Makdum Wali Prakosa (Pekiringan), Cucu dari Syeh Maqdum Husein (Karang Moncol) Buyut dari Syeh Maqdum Jamil (Karang Moncol), Bao dari Syeh Natas Angin/Syeh Wali Rahmat/ Syeh Magrobi (Persia)
Kisah Ikan/Iwak Tambra (Kisah/Tragedi Sejarah Desa Arenan)
(Gambaran Nyai Adipati Onje)
Gambaran Pretimasa
Semasa pemerintahan Adipati Singayuda, daerah Kadipaten Arenan (Sekarang Kecamatan Kaligondang) pernah mengalami gangguan keamanan yang membuat ketakutan, kegelisahan, kemarahan dan kebencian dikalangan masyarakat. Hal tersebut dikarenakan adanya perebutan kekuasaan untuk menempati kedudukan menjadi Adipati Arenan menggantikan Adipati Singayuda, perselisihan itu antara Putra kandung Adipati Singayuda yaitu Pretimasa dan putra menanantu Adipati Singayuda yaitu Adipati Onje.
Pretimasa terkenal sebagai seorang yang sakti mandraguna, sehingga tak seorang pun di antara tentara dari Adipati Onje berani melawannya. Kesaktiannya dibuktikan dengan pada suatu hari ia ditangkap secara beramai-ramai oleh tentara Adipati Onje kemudian dibunuh dan mayatnya dipotong-potong. Tetapi Pretimasa dapat hidup kembali, setelah potongan-potongan mayatnya dimasukan ke dalam liang kubur. Setelah kejadian tersebut, secara membabi buta, Pretimasa terus mengamuk yang menimbulkan lebih banyak korban di kalangan tentara Kadipaten Onje.
Peristiwa ini telah menimbulkan kemarahan Adipati Onje. Kemudian dikerahkan lagi semua tentara untuk menangkap dan membinasakan Pretimasa itu. Melihat keadaan yang kurang baik, Pretimasa terpaksa melarikan diri bersembunyi kedalam sebuah batu yang dikenal dengan “Watu Wedhus”. Barulah di sini ia merasakan dirinya aman, karena tak seorangpun berani memburunya.
Setelah lama para tentara Onje berjaga disekitar batu itu kemudian seorang di antara mereka menemukan siasat untuk menangkap Pretimasa yaitu meminta bantuan kepada Nyai Adipati Onje (Isteri Adipati Onje).
Karena dimintai pertolongan, segera Nyai Adipati Onje datang mendekati Pintu Wedhus tersebut, membawa nasi bersama lauknya yaitu pindang ikan tambara yang menjadi kegemaran Pretimasa.
Dengan tutur kata yang lemah lembut sebagai tipu muslihat, Nyai Adipati Onje memanggil saudara kandungnya yang sedang bersembunyi di dalam Watu Wedhus itu. Awalnya Pretimasa tidak mau memenuhi panggilan itu, tetapi sesudah diberi tahu bahwa di sekitar batu tersebut tak ada seorangpun, maka Pretimasa segera keluar dari tempat persembunyiannya. Kedua orang bersaudara itu terus saling berpelukan sebagai pelepas rasa rindu.
Terdorong oleh rasa letih dan lapar, segera Pretimasa memakan kiriman nasi bersama pindang ikan tambara dengan lahapnya. Namun sama sekali ia tidak menduga, bahwa ratusan pasang mata sedang mengintai dari balik gerumbulan disekitarnya. Begitulah tatkala Pretimasa tengah menikmati nasi dengan pindang ikan tambaranya, tiba-tiba ratusan orang tentara Onje secara serempak menubruknya. Melihat keadaan berbahaya ini, Pretimasa berusaha menyelamatkan diri masuk kedalam watu wedus kembali. Tetapi ia gagal, karena lubang watu wedus tertutp diduduki oleh Nyai Adipati. Akhirnya secara ramai-ramai Pejuang Kadipaten Arenan itu dihajar tentara Onje.
Sesaat sebelum menemui ajalnya, Pretimasa sempat member pesan (pepali), bahwa karena tidak tahu saudara, maka orang-orang Arenan di elak kemudian dari keturunannya pada saatnya mempunyai cacat “rimang” (penglihatannya kuran jelas). Selain itu orang-orang Arenan yang bertempat tinggal di sebelah barat dan timur sungai Gintung, di larang makan pindang ikan tambara. Jika pesan ini dilanggar menurut Pretimasa, pasti bisa mendatangkan malapetaka. Salah-salah bisa mati, pesan tersebut memang hingga sekarang masih menjadi kepercayaan turun temurun di sementara penduduk desa Arenan.
Akhirnya mayat Pretimasa kembali dipotong-potong dan masing-masing potongan dikubur diberbagai tempat secara terpisah. Di antaranya ada yang dikubur di Arcatapa, Pagedongan, Siwedus, Setana Wangi dan di pekuburan Makam dawa.
Cerita ini menjadi pertimbangan mengapa Adipati Singayuda makamnya di Desa Onje bukan di Arenan karena pada peristiwa di atas Adipati Singayuda menjadi tawanan di adipati Onje hingga wafat.
Kisah Ki Adeg Ulung (Tokoh Desa Arenan)
- Ki Adeg Ulung
Ki Adeg Ulung atau yang sering di sebut oleh masyarakat Desa Arenan dengan sebutan Kyai Adeg, ada beberapa versi cerita tentang Ki Adeg Ulung mengenai alasan dinamkan Ki Adeg/Kyai Adeg:
- Versi pertama adalah : Konon di Desa Arenan pada zaman dahulu terjadi wabah penyakit yang mematikan, yang tiap harinya masyarakat Desa Arenan ada yang meninggal, hingga Ki Adeg bersedia menjadi tumbal agar wabah penyakit tersebut berhenti yaitu dengan cara di kubur hidup-hidup secara berdiri (dalam bahasa Jawa berdiri = Adeg) sehingga dijuluki Ki Adeg.
- Versi kedua adalah : karena kesaktian Ki Adeg hingga Ratu Pantai Selatan Nyai Roro Kidul terpikat pada Ki Adeg. Namun karena perbedaan alam Ki Adeg tidak merespons Nyai Roro Kidul hingga terjadi adu kesaktian, namun Ki Adeg kalah dalam pertarungan tersebut, karena merasa belum sakti Ki Adeg bertapa di bawah pohon laban di dekat sawah secara berdiri di galian tanah selama 40 hari tidak makan tidak minum, namun belum selesai 40 hari Ki Adeg meninggal, karena tapa secara berdiri tersebut di namai Ki Adeg
Ki Adeg dimakamkan di Komplek Cilwek Desa Arenan Kecamatan Kaligondang. Ki Adeg adalah pendatang dari pejajaran. Ki Adeg mempunyai saudara yang bernama Ki Lanang Jagat, yang dimakamkan di Hutan Jati Rawalo Banyumas
- Kutukan Ki Adeg Ulung
Kutukan ini mungkin berbunyi "Sadurunge ana sing lewih pinter saka aku (Ki Adeg Ulung) maka Desa Arenan anget anget tahi ayam” yang di dapat di artikan bahwa sebelum ada yang lebih pintar dari Ki Adeg Ulung maka kehidupan Desa Arenan akan biasa biasa saja, masyarakat Desa Arenan rejekinya pas pasan, yang lebih kelihatan adalah ketika terjadi atau mengadakan sesuatu makan cuma bertahan sebentar, mungkin ini arti dari anget anget tahi ayam, contoh dalam kepemudaan dengan serentak pemuda bisa berkumpul menjadi satu membentuk karang taruna namun setelah beberapa waktu langsung vakum, mungkin arti dari lebih pintar dari Ki Adeg adalah arti kiasan, bisa saja artinya lebih taat dalam agama, tidak sombong, tawasul ke leluhur desa yang selama ini masyarakat Desa Arenan kurang tahu siapa pendiri dan leluhur Desa Arenan.